Bibzone’s Weblog

zone of bee_bah

aku ingin berjuang Juni 18, 2008

Filed under: article — bibzone @ 2:36 am

Seorang pemuda belia dari kabilah Aslam sedang termenung sendirian agaknya dia sedang sibuk memikirkan sesuatu yang membebani hatinya. Pemuda itu bertubuh kuat, gagah, penuh gairah untuk menghadapi masa depan yang penuh berbagai tantangan. Badanya tegap dan kuat, sanggup untuk dihadapkan pada perjuangan seperti yang sedang dilakukan oleh yang lain, jihad fisabilillah. Adakah jalan yang lebih afdol dan lebih mulia dari jihad fisabilillah..? Rasa-rasanya tak ada. Sebab itulah satu-satunya jalan jika memang benar-benar telah menjadi tujuan dan niat suci untuk mencari restu dn ridho Allah SWT. “Demi Allah, inilah satu kesempatan yang sangat baik”, kata hati pemuda itu. Yah,…..sebab disana, serombongan kaum muslimin sedang bersiap menuju juang jihad fisabilillah. Sebagian sudah berangkat, sebagian lagi baru datang, dan akan segera berangkat. Semuanya menampakan wajah yang senang, pasrah, dan tenang dengan satu iman yang mendalam. Wajah-wajah mereka membayangkan suatu keyakinan penuh, bahwa sebelum ajal berpantang mati. Maut akan menimpa diman pun kita berada. yakin bahwa umur itu satu. kapan kan sampai batasnya, hanya Allah yang maha tahu. Bagaimana sebab dan kejadianya, takdir Allah lah yang menentukan.

Maut, adalah sesuatu yang tak dapat dihindari manusia. Dia pasti datang menjemput manusia. Entah disaat manusia sedang duduk, diam di rumah, atau mungkin berada dalam perlindungan benteng yang kokoh, mungkin pula sedang bersembunyi ditempat persembunyiannya, di gua yang gelap, di jalan raya yang ramai, ataukah di medan peperangan. Bahkan bukan mustahil maut akan menjemput kala manusia sedang tidur, di atas temapt tidurnya. Semua itu hanya Allah lah yang berkuasa, dan berkehendak atasnya.

Menunggu kedatangan maut memang masa-masa yang paling mendebarkan jiwa. Betapa tidak? Hanya sendirilah yang dapat dibawa menghadap penguasa yang Esa kelak. Medan juang fisabillah tersedia bagi mereka yang kuat. Penuh keberanian dan keikhlasan mencari ridho Allah semata. Mereka yang berjiwa suci ditengah-tengah tubuh yang perkasa. Angan-angan ikhlas yang disertai hati yang bersih. Memang, saat itu keberanian telah menjiwai setiap kalbu kaum muslimin. Panggilan dan dengungan untuk jihad fisabilillah merupakan angan-angan dan tujuan harapan mereka. Mereka yakin, dibalik hiruk-pikuknya peperangan Allah telah menjanjikan imbalan yang setimpal baginya. Selain dengan itu dia dapat membersihkan jiwanya dari berbagi noda. Baik itu berupa noda-noda aqidah, niat-niat jahat, berbagi dosa perbuatan ataupun kekotoran muamalah yang lain. Pengorbanan mereka yang mulia itu menunjukan kepribadian yang baik dan luhur. Semua sesuai dengan ajaran agama yang murni. Pantas menjadi contoh dan teladan, bahkan sebagai mercu suar yang menerangi dunia dan isi alam semesta.

Itulah renungan hati pemuda Aslam yang gagah itu. Sepenuh hati dia berkata seolah kepada diri sendiri. “Harus ! harus dan mesti aku berbut sesuatu. Jangan kemiskinan dan kefakiran ini menjadi hamabtan dan penghalang mencapai tujuanku.”
Mantap, penuh keyakinan dan semangat yang tinggi pemuda tersebut ini menggabungkan diri dengan pasukan kaum muslimin. Usia pemuda itu memang masih belia, namun cara berfikir dan jiwanya cukup matang, kemauanya keras, ketangksan dan kelincahan menjadi jaminan kegesitanya di medan juang. Namun mengapa pemuda yang begitu bersemangat itu tak dapat ikut serta dalam barisan pejuan? Seababnya hanya satu. Dia tidak mempunyai bekal dan senjata apa-apa yang dapat dipakainya untuk berperang karena kemiskinan dan kefakiranya. Sebab pikirnya, tidak mungkin untuk terjuan ke medan perjuangan tanpa senjata apapun. Tanpa senjata dia tidak mampu melakukan apapun. Bahkan dia tidak akan berfungsi apa-apa. Mungkin untuk menyelamatkan diri saja, dia tidak mampu. Inilah yang menjadikan pemuda itu berfikir panjang lebar. Otaknya bekerja keras agar hasratnya yang besar berjuang dapat tercapai.

Setelah tidak juga dicapainya pemecahan, dia pergi menghadap Rasulullah SAW. Diceritakan semua keadaan dan penderitaan serta keinginannya yang besar. Dia memang miskin, fakir dan menderita, namun dia tidk mengharapkan apa-apa dari keikutsertaanya berjaung. Dikatakanya kepada Rasulullah SAW, bahwa dia tidak meminta berbagai pendekatan duniawi kepada Rasulullah; Dia hanya menginginkan bagaimana caranya agar dia dapat masuk barisan pejuang fisabilillah. Mendengar hal demikian, Rasulullah bertanya, setelah dengan cermat meneliti dan memandang pemuda tersebut: “Hai pemuda, sebenarnya apa yang engkau katakan itu dan apa pula yang engkau harapkan?”.

“Saya ingin berjuang, ya Rasulullah!” jawab pemuda itu. “Lalu apa yang menghalangimu untuk melakukan itu”, tanya Rasulullah SAW kemudian. “Saya tidk mempunyai perbekalan apa-apa untuk persiapan perjaungan itu ya Rasulullah”, jawab pemuda tersebut terus terang. Alangkah tercengangnya Rasulullah mendengar jawaban itu. Cermat diawasinya wajah pemuda tersebut. Wajah yang berseri-seri, tanpa ragu dan penuh keberanian menghadap maut, sementara disana banyak kaum munafikin yang hatinya takut dan gentar apabila terdengar panggilan seruan untuk berjaung jihad fisabilillah.

Demi Allah! jauh benar perbedaan pemuda itu dengan para munafiqin di sana. Kaum munafiqin yang dihinggapi rasa rendah diri, selalu mementingkan diri-sendiri. Mereka tidak suka dan tidak mau memikul beban dan tanggung jawab demi kebenaran yang hakiki. Kaum yang tidak senang hidup dalam alam kedamaian dan ketentraman dlam ajaran agama yang benar. Mereka lebih suka berada dalam hidup dan suasana kegelapan dan kekalutan. Ibarat kuman-kuman kotor, yang hidupnya hanya untuk mengacau dan menghancurkan apa saja. Celakalah mereka yang besar dan tegap badan serta tubuhnya namun licik dan kerdil pikiran serta hatinya.

Kebanggaanlah bagimu yang tepat hai pemuda! semogalah Allah banyak menciptakan manusia-manusia sepertimu. Yang dapat menjadi generasi penerusmu. Yang akan menjunjung tinggi kemulyaan Islam, budi pekerti yang mulia menuju alam yang bahagia sejahtera lahir batin.
Benar, kaum muslimin sangat memrlukan jiwa yang demikian. Jiwa yang besar penuh keyakinan, dan juga keberanian yang mantap. Sepantasnya pemuda seperti dari kabilah Aslam itu mendapat segala keperluan serta keinginanya untuk melaksanakan hasrat cita-cita keinginan itu. Rasulullah SAW akhirnya berkata kepada pemuda Aslam tersebut: “Pergilah engkau kepada si Fulan! Dia yang sebenarnya sudah siap lengkap dengan perlatan berperang tapi tidak jadi berangkat karena sakit. Nah pergilah kepadanya dan mintalah perlengkapan yang ada padanya.”

Pemuda itu pun bergegas menemui orang yang ditunjukan Rasulullah SAW tadi. Katanya kepada si Fulan: “Rasulullah SAW menyampaikan salam padamu juga pesan. Beliau berpesan agar perlengkapan perang yang engkau miliki yang tidak jadi engkau pakai pergi berperang agar diserahkan kepadaku.” Orang yang tidak jadi berperang itu penuh hormat menjalankan perintah Rasulullah SAW sambil mengucapkan: “Selamat datang wahai utusan Rasulullah! Saya hormati dan taati segala perintah Rasulullah SAW.”

Segera dia menyuruh istrinya untuk mengambil pakaian dan peralatan perang yang tidak jadi dipakainya. Diserahkan semua itu pada pemuda kabilah Aslam. Sambil mengucapkan terima kasih pemuda tersebut menerima perlengkapan itu. Sebelum dia berangkat dan meninggalkan rumah itu, pemuda tersebut sempat berucap: “Terima kasih sebesar-besarnya. Anda telah menghilangkan seluruh duka dan keputusasaanku. Bagimu pahala Allah yang besar tiada taranya. Terima kasih………Terima kasih.”

Pemuda suku Aslam itu kemudian keluar dengan riang. Wajahnya bersinar gembira. Dengan berlari-lari dia meningalkan rumah orang yang tidak jadi berperang itu. Di tengah jalan pemuda tersebut bertemu dengan salah satu temanya yang keheranan dan bengong. Tanyanya: “Hai, hendak kemana engkau?”, “Aku akan menuju janntul firdaus yang selebar langit dan bumi”, jawab pemuda itu dengan singkat dan tepat.
Oleh : Al-Islam – Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

 

ummi Juni 10, 2008

Filed under: my family — bibzone @ 8:08 am

ibu,

itulah panggilanku untuknya.

lahir di cirebon, 13 mei 1960

nama ibu, Lina Hidayah..

hidayah untuk semua orang,

semua yang menyayanginya..

ibu adalah seorang guru, pahlawan tanpa tanda jasa.

ibu ngajar di smp n 1 karangsembung, sebuah smp di desa kecil, tapi beliau tetap setia dan ikhlas mengajar di sana.

ibu adalah seorang guru yang disiplin, selalu ingin memberikan yang terbaik untuk murid-muridnya, kadang mereka ga’ sadar betapa sayangyna ibu pada mereka..

ibu adalah seorang proffesional mother,

selalu memberikan yang terbaik untuk keluarga,

untuk bapa,

untuk mas inu,

untuk unan,

untuk eyang,

untuk om, tante, pa’de, bu’de,

untuk semua yang ibu sayangi,,

dan tentunya untukku..

love you so much..

bahkan tak jarang ibu mengabaikan dirinya sendiri..

selalu setia sama bapa,, memuliakannya.. menghormatinya..

selalu sabar menghadapi ulah anak-anaknya yang sering membuatnya jengkel, kesal, bahkan mungkin menangis..

maphkan aku bu,

maphkan kesalahan yang kubuat,

yang mungkin tak sadar ku telah menyakitimu, dengan lisanku ini..

ibu adalah orang yang kuat, tegar,

meski air mata membasahi pipinya,,

ibu adalah seorang yang selalu tabah, sabar, ikhlas menghadapi segala sesuatu dalam hidup ini..

kami sayang padamu bu,,

ingin buat yang terbaik untukmu,

membanggakanmu,

selalu..

doakan bu,,

doakan aku selalu…

 

Khalid Bin Walid Mei 22, 2008

Filed under: profil — bibzone @ 2:39 am

“ORANG seperti dia, tidak dapat tanpa diketahui dibiarkan begitu saja. Dia harus diincar sebagai calon pemimpin Islam. Jika dia menggabungkan diri dengan kaum Muslimin dalam peperangan melawan orang-orang kafir, kita harus mengangkatnya kedalam golongan pemimpin” demikian keterangan Nabi ketika berbicara tentang Khalid sebelum calon pahlawan ini masuk Islam.

Khalid dilahirkan kira-kira 17 tahun sebelum masa pembangunan Islam. Dia anggota suku Banu Makhzum, suatu cabang dari suku Quraisy. Ayahnya bernama Walid dan ibunya Lababah. Khalid termasuk diantara keluarga Nabi yang sangat dekat. Maimunah, bibi dari Khalid, adalah isteri Nabi. Dengan Umar sendiri pun Khalid ada hubungan keluarga, yakni saudara sepupunya. Suatu hari pada masa kanak-kanaknya kedua saudara sepupu ini main adu gulat. Khalid dapat mematahkan kaki Umar. Untunglah dengan melalui suatu perawatan kaki Umar dapat diluruskan kembali dengan baik.

Ayah Khalid yang bernama Walid, adalah salah seorang pemimpin yang paling berkuasa diantara orang-orang Quraisy. Dia sangat kaya. Dia menghormati Ka’bah dengan perasaan yang sangat mendalam. Sekali dua tahun dialah yang menyediakan kain penutup Ka’bah. Pada masa ibadah Haji dia memberi makan dengan cuma-cuma bagi semua orang yang datang berkumpul di Mina.
Ketika orang Quraisy memperbaiki Ka’bah tidak seorang pun yang berani meruntuhkan dinding-dindingnya yang tua itu. Semua orang takut kalau-kalau jatuh dan mati. Melihat suasana begini Walid maju kedepan dengan bersenjatakan sekop sambil berteriak, “O, Tuhan jangan marah kepada kami. Kami berniat baik terhadap rumahMu”.

Nabi mengharap-harap dengan sepenuh hati, agar Walid masuk Islam. Harapan ini timbul karena Walid seorang kesatria yang berani dimata rakyat. Karena itu dia dikagumi dan dihormati oleh orang banyak. Jika dia telah masuk Islam ratusan orang akan mengikutinya.
Dalam hati kecilnya Walid merasa, bahwa Al Qur-‘an itu adalah kalimat-kalimat Allah. Dia pernah mengatakan secara jujur dan terang-terangan, bahwa dia tidak bisa berpisah dari keindahan dan kekuatan ayat-ayat suci itu.

Ucapan yang terus terang ini memberikan harapan bagi Nabi, bahwa Walid akan segera masuk Islam. Tetapi impian dan harapan ini tak pernah menjadi kenyataan. Kebanggaan atas diri sendiri membendung bisikan-bisikan hati nuraninya. Dia takut kehilangan kedudukannya sebagai pemimpin bangsa Quraisy. Kesangsian ini menghalanginya untuk menurutkan rayuan-rayuan hati nuraninya. Sayang sekali orang yang begini baik, akhirnya mati sebagai orang yang bukan Islam.
Suku Banu Makhzum mempunyai tugas-tugas penting. Jika terjadi peperangan, Banu Muhzum lah yang mengurus gudang senjata dan gudang tenaga tempur. Suku inilah yang mengumpulkan kuda dan senjata bagi prajurit-prajurit.

Tidak ada cabang suku Quraisy lain yang bisa lebih dibanggakan seperti Banu Makhzum. Ketika diadakan kepungan maut terhadap orang-orang Islam dilembah Abu Thalib, orang-orang Banu Makhzumlah yang pertama kali mengangkat suaranya menentang pengepungan itu.
Latihan Pertama
Kita tidak banyak mengetahui mengenai Khalid pada masa kanak-kanaknya. Tetapi satu hal kita tahu dengan pasti, ayah Khalid orang berada. Dia mempunyai kebun buah-buahan yang membentang dari kota Mekah sampai ke Taif. Kekayaan ayahnya ini membuat Khalid bebas dari kewajiban-kewajibannya.

Dia lebih leluasa dan tidak usah belajar berdagang. Dia tidak usah bekerja untuk menambah pencaharian orang tuanya. Kehidupan tanpa suatu ikatan memberi kesempatan kepada Khalid mengikuti kegemarannya. Kegemarannya ialah adu tinju dan berkelahi.
Saat itu pekerjaan dalam seni peperangan dianggap sebagai tanda seorang Satria. Panglima perang berarti pemimpin besar. Kepahlawanan adalah satu hal terhormat di mata rakyat.
Ayah Khalid dan beberapa orang pamannya adalah orang-orang yang terpandang dimata rakyat. Hal ini memberikan dorongan keras kepada Khalid untuk mendapatkan kedudukan terhormat, seperti ayah dan paman-pamanya. Satu-satunya permintaan Khalid ialah agar menjadi orang yang dapat mengatasi teman-temannya didalam hal adu tenaga. Sebab itulah dia menceburkan dirinya kedalam seni peperangan dan seni bela diri. Malah mempelajari keahlian mengendarai kuda, memainkan pedang dan memanah. Dia juga mencurahkan perhatiannya kedalam hal memimpin angkatan perang. Bakat-bakatnya yang asli, ditambah dengan latihan yang keras, telah membina Khalid menjadi seorang yang luar biasa. Kemahiran dan keberaniannya mengagumkan setiap orang.

Pandangan yang ditunjukkannya mengenai taktik perang menakjubkan setiap orang. Dengan gamblang orang dapat melihat, bahwa dia akan menjadi ahli dalam seni kemiliteran.
Dari masa kanak-kanaknya dia memberikan harapan untuk menjadi ahli militer yang luar biasa senialnya.
Menentang Islam
Pada masa kanak-kanaknya Khalid telah kelihatan menonjol diantara teman-temannya. Dia telah sanggup merebut tempat istimewa dalam hati rakyat. Lama kelamaan Khalid menanjak menjadi pemimpin suku Quraisy. Pada waktu itu orang-orang Quraisy sedang memusuhi Islam. Mereka sangat anti dan memusuhi agama Islam dan penganut-penganut Islam. Kepercayaan baru itu menjadi bahaya bagi kepercayaan dan adat istiadat orang-orang Quraisy. Orang-orang Quraisy sangat mencintai adat kebiasaannya. Sebab itu mereka mengangkat senjata untuk menggempur orang-orang Islam. Tunas Islam harus dihancurkan sebelum tumbuh berurat ber-berakar. Khalid sebagai pemuda Quraisy yang berani dan bersemangat berdiri digaris paling depan dalam penggempuran terhadap kepercayaan baru ini. Hal ini sudah wajardan seirama dengan kehendak alam.

Sejak kecil pemuda Khalid bertekad menjadi pahlawan Quraisy. Kesempatan ini diperolehnya dalam pertentangan-pertentangan dengan orang-orang Islam. Untuk membuktikan bakat dan kecakapannya ini, dia harus menonjolkan dirinya dalam segala pertempuran. Dia harus memperlihatkan kepada sukunya kwalitasnya sebagai pekelahi.
Peristiwa Uhud
Kekalahan kaum Quraisy didalam perang Badar membuat mereka jadi kegila-gilaan, karena penyesalan dan panas hati. Mereka merasa terhina. Rasa sombong dan kebanggaan mereka sebagai suku Quraisy telah meluncur masuk lumpur kehinaan Arang telah tercoreng dimuka orang-orang Quraisy. Mereka seolah-olah tidak bisa lagi mengangkat dirinya dari lumpur kehinaan ini. Dengan segera mereka membuat persiapan-persiapan untuk membalas pengalaman pahit yang terjadi di Badar.

Sebagai pemuda Quraisy, Khalid bin Walid pun ikut merasakan pahit getirnya kekalahan itu. Sebab itu dia ingin membalas dendam sukunya dalam peperangan Uhud. Khalid dengan pasukannya bergerak ke Uhud dengan satu tekad menang atau mati. Orang-orang Islam dalam pertempuran Uhud ini mengambil posisi dengan membelakangi bukit Uhud.
Sungguhpun kedudukan pertahanan baik, masih terdapat suatu kekhawatiran. Dibukit Uhud masih ada suatu tanah genting, dimana tentara Quraisy dapat menyerbu masuk pertahanan Islam. Untuk menjaga tanah genting ini, Nabi menempatkan 50 orang pemanah terbaik. Nabi memerintahkan kepada mereka agar bertahan mati-matian. Dalam keadaan bagaimana jua pun jangan sampai meninggalkan pos masing-masing.

Khalid bin Walid memimpin sayap kanan tentara Quraisy empat kali lebih besar jumlahnya dari pasukan Islam. Tetapi mereka jadi ragu-ragu mengingat kekalahant-kekalahan yang telah mereka alami di Badar. Karena kekalahan ini hati mereka menjadi kecil menghadapi keberanian orang-orang Islam.
Sungguh pun begitu pasukan-pasukan Quraisy memulai pertempuran dengan baik. Tetapi setelah orang-orang Islam mulai mendobrak pertahanan mereka, mereka telah gagal untuk mempertahankan tanah yang mereka injak.

Kekuatannya menjadi terpecah-pecah. Mereka lari cerai-berai. Peristiwa Badar berulang kembali di Uhud. Saat-saat kritis sedang mengancam orang-orang Quraisy. Tetapi Khalid bin Walid tidak goncang dan sarafnya tetap membaja. Dia mengumpulkan kembali anak buahnya dan mencari kesempatan baik guna melakukan pukulan yang menentukan.
Melihat orang-orang Quraisy cerai-berai, pemanah-pemanah yang bertugas ditanah genting tidak tahan hati. Pasukan Islam tertarik oleh harta perang, harta yang ada pada mayat-mayat orang-orang Quraisy. Tanpa pikir panjang akan akibatnya, sebagian besar pemanah-pemanah, penjaga tanah genting meninggalkan posnya dan menyerbu kelapangan.

Pertahanan tanah genting menjadi kosong. Khalid bin Walid dengan segera melihat kesempatan baik ini. Dia menyerbu ketanah genting dan mendesak masuk. Beberapa orang pemanah yang masih tinggal dikeroyok bersama-sama. Tanah genting dikuasai oleh pasukan Khalid dan mereka menjadi leluasa untuk menggempur pasukan Islam dari belakang.
Dengan kecepatan yang tak ada taranya Khalid masuk dari garis belakang dan menggempur orang Islam dipusat pertahanannya. Melihat Khalid telah masuk melalui tanah genting, orang-orang Quraisy yang telah lari cerai-berai berkumpul kembali dan mengikuti jejak Khalid menyerbu dari belakang. Pemenang-pemenang antara beberapa menit yang lalu, sekarang telah terkepung lagi dari segenap penjuru, dan situasi mereka menjadi gawat.

Khalid bin Walid telah merobah kemenangan orang Islam di Uhud menjadi suatu kehancuran. Mestinya orang-orang Quraisylah yang kalah dan cerai-berai. Tetapi karena gemilangnya Khalid sebagai ahli siasat perang, kekalahan-kekalahan telah disunglapnya menjadi satu kemenangan. Dia menemukan lobang-lobang kelemahan pertahanan orang Islam.
Hanya pahlawan Khalidlah yang dapat mencari saat-saat kelemahan lawannya. Dan dia pula yang sanggup menarik kembali tentara yang telah cerai-berai dan memaksanya untuk bertempur lagi. Seni perangnya yang luar biasa inilah yang mengungkap kekalahan Uhud menjadi suatu kemenangan bagi orang Quraisy.

Ketika Khalid bin Walid memeluk Islam Rasulullah sangat bahagia, karena Khalid mempunyai kemampuan berperang yang dapat digunakan untuk membela Islam dan meninggikan kalimatullah dengan perjuangan jihad. Dalam banyak kesempatan peperangan Islam Khalid bin Walid diangkat menjadi komandan perang dan menunjukan hasil gemilang atas segala upaya jihadnya. Betapapun hebatnya Khalid bin Walid di dalam medan pertempuran, dengan berbagai luka yang menyayat badannya, namun ternyata kematianya diatas ranjang. Betapa menyesalnya Khalid harapan untuk mati sahid dimedan perang ternyata tidak tercapai dan Allah menghendakinya mati di atas tempat tidur, sesudah perjuangan membela Islam yang luar biasa itu. Demikianlah kekuasaan Allah. Manusia berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya sesuai dengan kemaua-Nya.

Oleh :
Al-Islam – Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

 

Imam Al – Ghazali

Filed under: profil — bibzone @ 2:38 am

Abu Hamid Muhammad Ibnu Muhammad Ibnu Ahmad, dilahirkan pada tahun 450 H/ 1059 di Thus daerah Khurasan. Ia dikenal dengan Al – Ghazali karena ayahnya pemintal tenun wol atau karena ia berasal dari desa Ghazalah. Beliau wafat pada tahun 505 H / 1111.
Pendidikannya dimulai didaerahnya yaitu belajar kepada Ahmad Ibnu Muhammad al – Razkani al – Thusi, setelah itu pindah ke Jurjan ke pendidikan yang dipimpin oleh Abu Nash al-Ismaili mempelajari semua bidang agama dan bahasa, setelah tamat kembali ke Thus belajar tasawuf dengan Syekh Yusuf al – Nassaj (wafat 487 H) , kemudian ke Nisyapur belajar kepada Abul Ma’al al-Juwaini yang bergelar Imam al – Haramain dan melanjutkan pelajaran Tasawuf kepada Syekh Abu Ali al – Fadhl Ibnu Muhammad Ibnu Ali al – Farmadi, dan ia mulai mengajar dan menulis dalam Ilmu Fiqh.

Setelah Imam al – Juwaini wafat ia pindah ke Mu’askar mengikuti berbagai forum diskusi dan seminar kalangan ulama dan intelektual dan dengan segala kecermelangannya membawanya menjadi guru besar di perguruan Nidzamiyah di Baghdad pada tahun 484 H, disamping memberikan kuliah, ia juga mengkaji filsafat Yunani dan filsafat Islam. Kecermelangan, keharuman namanya dan kesenangan duniawi yang melimpah ruah di Baghdad melebihi ketika ia di Mu’askar, dikota ini ia sakit dan secara tiba-tiba meninggalkan Baghdad mengundurkan diri dari kegemerlapan duniawi tersebut.

Mulai th 488 H/ 1095 ia ke Damaskus. di Masjid Umawi ia ber’itiqaf dan berzikir dipuncak menara sebelah barat sepanjang hari dengan makan dan minum yang terbatas. Ia memasuki suluk sufi dengan riyadhah dan mujahadah terus menerus seperti itu selama 2 tahun di Damaskus. Setelah itu pergi ke Baitul Maqdis di Palestina, setiap hari ia masuk Qubbah Shahrah untuk berzikir, ia juga ke al – Khalil berziarah ke makam Nabi Ibrahim as. Setelah dari Palestina, ia melaksanakan ibadah haji di Mekkah dan berziarah ke makam Rasullulah di Madinah.

Ia pernah kembali ke Baghdad untuk mengajar di Perguruan Nidzamiyah Baghdad, namum tidak berapa lama kemudian kembali ke Thus dan mendirikan khanaqah untuk para sufi dan mendirikan madrasah untuk mengajar ilmu Tasawuf.
Karya – karya tulis Al-Ghazali meliputi berbagai bidang keislaman, Kalam, Fiqh, Filsafat, Tasawuf dan lain lainnya yang berbentuk buku maupun risalah.
Kitab kitab Al -Ghazali yang membahas tentang Tasawuf :

6.    Mizan al – ‘Amal

7.    Al – Ma’arif al-Aqliah wa Lubab al – Hikmah al – Ilahiyah

8.    Ihya ‘Ulumiddin

9.    Al – Maqshad al – Astna Fi Syarh Asma al – Husna

10.    Bidayat al – Hidayah

11.    Al – Madhnun Bih ‘ala Ghairi Ahlil

12.    Kaimiya al – Sa’adah

13.    Misykat al – Anwar

14.    Al – Kasyf Wa al – Tabyin Fi Ghurur al – Naas Ajma’in

15.    Al – Munqidz Min al – Dhalal

16.    Al – Durrat al Fakhirah Fi Kasyf ‘Ulumi al – Akhirah

17.    Minhaj al – ‘Abidin Ila Jannati Rabbi al – ‘Alamin

18.    Al – Arba’in Fi Ushul al – Din

Tasawuf Al – Ghazali menghimpun akidah, syariat dan akhlak dalam suatu sistematika yang kuat dan amat berbobot, karena teori – teori tasawufnya lahir dari kajian dan pengalaman pribadi setelah melaksanakan suluk dalam riyadhah dan mujahadah yang intensif dan berkesinambungan, sehingga dapat dikatakan bahwa seumur hidupnya ia bertasawuf.
Dalam pandangannya, Ilmu Tasawuf mengandung 2 bagian penting, pertama menyangkut ilmu mu’amalah dan bagian kedua menyangkut ilmu mukasyafah, hal ini diuraikan dalam karyanya Ihya ‘Ulumiddin, Al -Ghazali menyusun menjadi 4 bab utama dan masing-masing dibagi lagi kedalam 10 pasal yaitu :

·    Bab pertama : tentang ibadah (rubu’ al – ibadah)
·    Bab kedua : tentang adat istiadat (rubu’ al – adat)
·    Bab ketiga : tentang hal -hal yang mencelakakan (rubu’ al – muhlikat)
·    Bab keempat : tentang maqamat dan ahwal (rubu’ al – munjiyat)

Menurutnya, perjalanan tasawuf itu pada hakekatnya adalah pembersihan diri dan pembeningan hati terus menerus sehingga mampu mencapai musyahadah. Oleh karena itu ia menekankan pentingnya pelatihan jiwa, penempaan moral atau akhlak yang terpuji baik disisi manusia maupun Tuhan.
Imam Al -Ghazali yang bergelar Hujjatul Islam meninggal dikota kelahirannya Thus pada hari Senin 14 Jumadil Akhir 505 H.
Disarikan dari :
“Ajaran dan Teladan Para Sufi”, karangan Drs H.M. Laily Mansur, L.PH. Penerbit – PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996.

 

Khadijah Binti Khuwailid

Filed under: profil — bibzone @ 2:35 am

Dari: “Tokoh-tokoh Wanita di Sekitar Rasulullah SAW” karangan Muhammad Ibrahim Saliim. Diketik oleh: Hanies Ambarsari.
Tatkala Nabi SAW mengalami rintangan dan gangguan dari kaum lelaki Quraisy, maka di sampingnya berdiri dua orang wanita. Kedua wanita itu berdiri di belakang da’wah Islamiah, mendukung dan bekerja keras mengabdi kepada pemimpinnya, Muhammad SAW : Khadijah bin Khuwailid dan Fatimah binti Asad. Oleh karena itu Khadijah berhak menjadi wanita terbaik di dunia. Bagaimana tidak menjadi seperti itu, dia adalah Ummul Mu’minin, sebaik-baik isteri dan teladan yang baik bagi mereka yang mengikuti teladannya.

Khadijah menyiapkan sebuah rumah yang nyaman bagi Nabi SAW sebelum beliau diangkat menjadi Nabi dan membantunya ketika merenung di Gua Hira’. Khadijah adalah wanita pertama yang beriman kepadanya ketika Nabi SAW berdoa (memohon) kepada Tuhannya. Khadijah adalah sebaik-baik wanita yang menolongnya dengan jiwa, harta dan keluarga. Peri hidupnya harum, kehidupannya penuh dengan kebajikan dan jiwanya sarat dengan kebaikan.
Rasulullah SAW bersabda :”Khadijah beriman kepadaku ketika orang-orang ingkar, dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan dan dia menolongku dengan hartanya ketika orang-orang tidak memberiku apa-apa.”

Kenapa kita bersusah payah mencari teladan di sana-sini, pada- hal di hadapan kita ada “wanita terbaik di dunia,” Khadijah binti Khu- wailid, Ummul Mu’minin yang setia dan taat, yang bergaul secara baik dengan suami dan membantunya di waktu berkhalwat sebelum diangkat men- jadi Nabi dan meneguhkan serta membenarkannya.
Khadijah mendahului semua orang dalam beriman kepada risalahnya, dan membantu beliau serta kaum Muslimin dengan jiwa, harta dan keluarga. Maka Allah SWT membalas jasanya terhadap agama dan Nabi-Nya dengan se- baik-baik balasan dan memberinya kesenangan dan kenikmatan di dalam is- tananya, sebagaimana yang diceritakan Nabi SAW, kepadanya pada masa hi- dupnya.

Ketika Jibril A.S. datang kepada Nabi SAW, dia berkata :”Wahai, Rasulullah, inilah Khadijah telah datang membawa sebuah wadah berisi kuah dan makanan atau minuman. Apabila dia datang kepadamu, sampaikan salam kepadanya dari Tuhannya dan aku, dan beritahukan kepadanya tentang sebuah rumah di syurga dari mutiara yang tiada keributan di dalamnya dan tidak ada kepayahan.” [HR. Bukhari dalam “Fadhaail Ashhaabin Nabi SAW. Imam Adz-Dzahabi berkata :”Keshahihannya telah disepakati.”]

Bukankah istana ini lebih baik daripada istana-istana di dunia, hai, orang-orang yang terpedaya oleh dunia ?
Sayidah Khadijah r.a. adalah wanita pertama yang bergabung dengan rombongan orang Mu’min yang orang pertama yang beriman kepada Allah di bumi sesudah Nabi SAW. Khadijah r.a. membawa panji bersama Rasulullah SAW sejak saat pertama, berjihad dan bekerja keras. Dia habiskan kekayaannya dan memusuhi kaumnya. Dia berdiri di belakang suami dan Nabinya hingga nafas terakhir, dan patut menjadi teladan tertinggi bagi para wanita.

Betapa tidak, karena Khadijah r.a. adalah pendukung Nabi SAW sejak awal kenabian. Ar-Ruuhul Amiin telah turun kepadanya pertama kali di sebuah gua di dalam gunung, lalu menyuruhnya membaca ayat- ayat Kitab yang mulia, sesuai yang dikehendaki Allah SWT. Kemudian dia menampakkan diri di jalannya, antara langit dan bumi. Dia tidak menoleh ke kanan maupun ke kiri sehingga Nabi SAW melihatnya, lalu dia berhenti, tidak maju dan tidak mundur. Semua itu terjadi ketika Nabi SAW berada di antara jalan-jalan gunung dalam keadaan kesepian, tiada penghibur, teman, pembantu maupun penolong.

Nabi SAW tetap dalam sikap yang demikian itu hingga malaikat meninggalkannya. Kemudian, beliau pergi kepada Khadijah dalam keadaan takut akibat yang didengar dan dilihatnya. Ketika melihatnya, Khadijah berkata :”Dari mana engkau, wahai, Abal Qasim ? Demi Allah, aku telah mengirim beberapa utusan untuk mencarimu hingga mereka tiba di Mekkah, kemudian kembali kepadaku.” Maka Rasulullah SAW menceritakan kisahnya kepada Khadijah r.a.
Khadijah r.a. berkata :”Gembiralah dan teguhlah, wahai, putera pamanku. Demi Allah yang menguasai nyawaku, sungguh aku berharap engkau menjadi Nabi umat ini.” Nabi SAW tidak mendapatkan darinya, kecuali pe neguhan bagi hatinya, penggembiraan bagi dirinya dan dukungan bagi urusannya. Nabi SAW tidak pernah mendapatkan darinya sesuatu yang menyedihkan, baik berupa penolakan, pendustaan, ejekan terhadapnya atau penghindaran darinya. Akan tetapi Khadijah melapangkan dadanya, melenyapkan kesedihan, mendinginkan hati dan meringankan urusannya. Demikian hendaknya wanita ideal.

Itulah dia, Khadijah r.a., yang Allah SWT telah mengirim salam kepadanya. Maka turunlah Jibril A.S. menyampaikan salam itu kepada Rasul SAW seraya berkata kepadanya :”Sampaikan kepada Khadijah salam dari Tuhannya. Kemudian Rasulullah SAW bersabda :”Wahai Khadijah, ini Jibril menyampaikan salam kepadamu dari Tuhanmu.” Maka Khadijah r.a. menjawab :”Allah yang menurunkan salam (kesejahteraan), dari-Nya berasal salam (kesejahteraan), dan kepada Jibril semoga diberikan salam (kesejahteraan).”

Sesungguhnya ia adalah kedudukan yang tidak diperoleh seorang pun di antara para shahabat yang terdahulu dan pertama masuk Islam serta khulafaur rasyidin. Hal itu disebabkan sikap Khadijah r.a. pada saat pertama lebih agung dan lebih besar daripada semua sikap yang mendukung da’wah itu sesudahnya. Sesungguhnya Khadijah r.a. merupakan nikmat Allah yang besar bagi Rasulullah SAW. Khadijah mendampingi Nabi SAW selama seperempat abad, berbuat baik kepadanya di saat beliau gelisah, menolong- nya di waktu-waktu yang sulit, membantunya dalam menyampaikan risalahnya, ikut serta merasakan penderitaan yang pahit pada saat jihad dan menolong- nya dengan jiwa dan hartanya.

Rasulullah SAW bersabda :”Khadijah beriman kepadaku ketika orang- orang mengingkari. Dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan. Dan dia memberikan hartanya kepadaku ketika orang-orang tidak memberiku apa-apa. Allah mengaruniai aku anak darinya dan mengharamkan bagiku anak dari selain dia.” [HR. Imam Ahmad dalam “Musnad”-nya, 6/118]
Diriwayatkan dalam hadits shahih, dari Abu Hurairah r.a., dia berkata :”Jibril datang kepada Nabi SAW, lalu berkata :”Wahai, Rasulullah, ini Khadijah telah datang membawa sebuah wadah berisi kuah, makanan atau minuman. Apabila dia datang kepadamu, sampaikan kepadanya salam dari Tuhan-nya dan beritahukan kepadanya tentang sebuah rumah di syurga, (terbuat) dari mutiara yang tiada suara ribut di dalamnya dan tiada kepayahan.” [Shahih Bukhari, Bab Perkawinan Nabi SAW dengan Khadijah dan Keutamaannya, 1/539]

 

Matahari Ditahan Terbenam Untuknya Karena Jihadnya Di Jalan Allah

Filed under: article — bibzone @ 2:28 am

Setelah Nabi Musa as wafat, Nabi Yusya’ bin Nun as membawa Bani Israil ke luar dari padang pasir. Mereka berjalan hingga menyeberangi sungai Yordania dan akhirnya sampai di kota Jerica. Kota Jerica adalah sebuah kota yang mempunyai pagar dan pintu gerbang yang kuat. Bangunan-bangunan di dalamnya tinggi-tinggi serta berpenduduk padat. Nabi Yusya’ dan Bani Israil yang bersamanya, mengepung kota tersebut sampai enam bulan lamanya. Suatu hari mereka bersepakat untuk menyerbu ke dalam. Diiringi dengan suara terompet dan pekikan takbir, dan dengan suatu semangat yang kuat, mereka pun berhasil menghancurkan pagar pembatas kota, kemudian memasukinya. Di situ mereka mengambil harta rampasan dan membunuh dua belas ribu pria dan wanita. Mereka juga memerangi sejumlah raja yang berkuasa. Mereka berhasil mengalahkan sebelas raja dan raja-raja yang berkuasa di Syam. Hari itu hari Jumat, peperangan belum juga usai, sementara matahari sudah hampir terbenam. Berarti hari Jumat akan berlalu, dan hari Sabtu akan tiba. Padahal menurut syariat, pada hari itu (Sabtu) dilarang melakukan peperangan. Oleh karena itu Nabi Yusya’ berkata, “Wahai matahari, sesungguhnya engkau hanya mengiktui perintah Allah, begitu pula aku. Aku bersijid emngikuti perintahNya. Ya Allah, tahanlah matahari itu untukku agar tidak terbenam dulu.” Maka Allah menahan matahari agar tidak terbenam sampai dia berhasil menaklukan negeri ini. dan memerintahkan bulan agar tidak menampakkan dirinya.

Dari Abu Hurairah ra, dia berkata, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya matahari itu tidak pernah bertahan tidak terbenam hanya karena seorang manusia kecuali untuk Yusya’. Yakni pada malam-malam dia berjalan ke Baitul Maqdis (untuk jihad).” (HR. Ahmad dan sanad-nya sesuai dengan syarat Al-Bukhori)
Diriwayatkan pula dari Abu Hurairah ra, dia berkata, “Rasulullah saw bersabda, ‘Ada seorang nabi dari Nabi-nabi Allah yang ingin berperang. Dia berkata kepada kaumnya, ‘Tidak boleh iktu bersamaku dalam peperangan ini seorang laki-laki yang telah berkumpul dengan istrinya dan dari itu dia mengharapkan anak tapi masih belum mendapatkannya, begitu pula orang yang telah membangun rumah tapi atapnya belum selesai. Juga tidak boleh ikut bersamaku orang yang telah membeli kambing atau unta bunting yang dia tunggu kelahiran anaknya’. Maka berangkatlah Nabi itu berjihad, dia sudah berada di dekat desa / daerah yang dia tuju saat Ashar telah tiba atau hampir tiba. Maka dia berkata kepada matahari, ‘Hai matahari, engkau tunduk kepada perintah Allah dan akupun juga demikian. Ya Allah, tahanlah matahari itu sejenak agar tidak terbenam. ‘ Maka Allah menahan matahari itu hingga Nabi itu menaklukan daerah tersebut. Setelah itu balatentaranya mengumpulkan semua harta rampasan di sebuah tempat, kemudian ada pai yang datang menyambar tetapi tidak membakarnya. maka Nabi itu berkata, ‘Di antara kalian ada yang khianat, masih menyimpan sebagian dari harta rampasan. Aku harap dari setiap kabilah ada seorang yang bersumpah padaku.’ Maka mereka pun datang satu per satu untuk disumpah. Kedua tangan Nabi itu lengket pada tangan salah seorang di antara mereka, ia berkata, ‘Di antara kabialah kalian ada yang berkhianat, aku minta semua orang di kabilahmu untuk bersumpah.’ Satu persatu mereka disumpah. Tiba-tiba tangan Nabi itu lengket pada tangan dua atau tiga orang.’ Kalian telah berkhianat, ‘Katannya pada mereka. Lalu mereka pun mengelauarkan emas sebesar kepala sapi. Emas itu kemudian dikumpulkan dengan harta rampasan lain yang telah dikumpulkan sebelumnya di sebuah lapangan. Tiba-tiba datanglah api menyambar dan melalapnya. Harta rampasan memang tidak pernah dihalalkan untuk ummat sebelum kita. Dan dihalalkan untuk kita karena Allah melihat kelemahan dan ketidakmampuan kita.'” (Diriwayatkan oleh Muslim secara sendiri).

Setelah Baitul Maqdis dapat dikuasai oleh Bani Israil, maka mereka hidup di dalamnya dan di antara mereka ada Nabi Yusya’ yang memerintah mereka dengan kitab Allah, Taurat, sampai akhir hayatnya. Dia kembali ke hadirat Allah saat berumur seratus dua puluh tujuh tahun, dan masa hidupnya setelah wafatnya Nabi Musa adalah dua puluh tujuh tahun.
Oleh :
Al-Islam – Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

 

Berkah Sebuah Ketakwaan

Filed under: article — bibzone @ 2:25 am

Ada seorang pemuda yang bertakwa, tetapi dia sangat lugu. Suatu kali dia belajar pada seorang Syaikh. Setelah lama menuntut ilmu, sang syaikh menasehati dia dan teman-temannya : “Kaian tidak boleh menjadi beban orang lain. Sesungguhnya, seorang alim yang menadahkan tangannya kepada orang-orang berharta, tak ada kebaikan dalam dirinya. Pergilah kalian semua dan bekerjalah dengan pekerjaan ayah kalian masing-masing. Sertakanlah selalu ketakwaan kepada Allah dalam menjalankan pekerjaan tersebut.”

Maka pergilah pemuda tadi menemui ibunya seraya bertanya : “Ibu, apakah pekerjaan yang dulu dikerjakan ayahku?” Sambil bergetar ibunya menjawab : “Ayahmu sudah meninggal. Apa urusanmu dengan pekerjaan ayahmu?” Si pemuda ini terus memaksa agar diberitahu, tetapi si ibu selalu mengelak. Namun akhirnya si ibu terpaksa angkat bicara juga, dengan nada jengkel dia berkata : “Ayahmu itu dulu seorang pencuri.”
Pemuda itu berkata : “Guruku memerintahkan kami – murid-muridnya, untuk bekerja seperti pekerjaan ayahnya dan dengan ketakwaan kepada Allah dalam menjalankan pekerjaan tersebut.”

Ibunya menyela : “Hai, apakah dalam pekerjaan mencuri itu ada ketakwaan?” Kemudian anaknya yang begitu polos menjawab : “Ya, begitu kata guruku.” Lalu dia pergi bertanya kepada orang-orang dan belajar bagaimana para pencuri itu melakukan aksinya. Sekarang dia mengetahui tehnik mencuri. Inilah saatnya beraksi. Dia menyiapkan alat-alat mencuri, kemudian shalat isya’ dan menunggu sampai semua orang tidur. Sekarang dia keluar rumah untuk menjalankan profesi ayahnya, seperti perintah sang guru (syaikh). Dimulailah dengan rumah tetangganya. Saat hendak masuk ke dalam rumah dia ingat pesan syaikhnya agar selalu bertakwa. Padahal mengganggu tetangga tidaklah termasuk takwa. Akhirnya, rumah tetangga itu ditinggalkannya. Ia lalu melewati rumah lain, dia berbisik pada dirinya : “Ini rumah anak yatim, dan Allah memperingatkan agar kita tidak memakan harta anak yatim.” Dia terus berjalan dan akhirnya tiba di rumah seorang pedagang kaya yang tidak ada penjaganya. Orang-orang sudak tahu bahwa pedagang ini memiliki harta yang melebihi kebutuhannya. “Ha, di sini”, gumamnya. Pemuda tadi memulai aksinya. Dia berusaha membuka pintu dengan kunci-kunci yang disiapkannya. Setelah berhasil masuk rumah itu ternyata besar dan banyak kamarnya. Dia berkeliling di dalam rumah, sampai menemukan tempat penyimpanan harta. Dia membuka sebuah kotak, didapatinya emas, perak dan uang tunai dalam jumlah yang banyak. Dia tergoda untuk mengambilnya. Lalu dia berkata : “Eh, jangan, syaikhku berpesan agar aku selalu bertakwa. Barangkali pedagang itu belum mengeluarkan zakat hartanya. Kalau begitu, sebaiknya aku keluarkan zakatnya terlebih dahulu.”

Dia mengambil buku-buku catatan di situ dan menghidupkan lentera kecil yang dibawanya. Sambil membuka lembaran buku-buku itu dia menghitung. Dia memang pandai berhitung dan berpengalaman dalam pembukuan. Dia hitung semua harta yang ada dan memperkirakan berapa zakatnya. Kemudian dia pisahkan harta yang akan dizakatkan. Dia masih terus menghitung dan menghabiskan waktu berjam-jam. Saat menoleh, dia lihat fajar telah menyingsing. Dia berbicara sendiri : “Ingat takwa kepada Allah! Kau harus melaksanakan shalat dulu!” Kemudian dia keluar menuju ruang tengah rumah, lalu berwudhu di bak air untuk selanjutnya melakukan shalat sunnah. Tiba-tiba tuan rumah itu terbangun. Dilihatnya dengan penuh keheranan, ada lentera kecil yang menyala. Dia lihat pula kotak hartanya dalam keadaan terbuka dan ada orang sedang melakukan shalat. Isterinya bertanya : “Apa ini?” Dijawab suaminya : “Demi Allah, aku juga tidak tahu.” lalu dia menghampiri pencuri itu: ”
Kurang ajar, siapa kau dan ada apa ini?” Si pencuri berkata : “Shalat dulu, baru bicara . Ayo pergilah berwudhu’ lalu shalat bersama. Tuan rumahlah yang berhak jadi imam.”

Karena khawatir pencuri itu membawa senjata si tuan rumah menuruti kehendaknya. Tetapi wallahu a’lam, bagaimana dia bisa shalat. Selesai shalat dia bertanya : “Sekarang, coba ceritakan, siapa kau dan apa urusanmu?” Dia menjawab : “Saya ini pencuri”. “Lalu apa yang kau perbuat dengan buku-buku catatanku itu?”, tanya tuan rumah lagi. Si pencuri menjawab : “Aku menghitung zakat yang belum kau keluarkan selama enam tahun. Sekarang aku sudah menghitungnya dan juga sudah akau peisahkan agar kau dapat memberikannya pada orang yang berhak”. Hampir saja tuan rumah itu dibuat gila karena terlalu keheranan. Lalu dia berkata : “Hai, ada apa denganmu sebenarnya. Apa kau ini gila?” Mulailah si pencuri itu bercerita dari awal. Dan setelah tuan rumah itu mendengar ceritanya dan mengetahui ketepatan serta kepandaiannya dalam menghitung, juga kejujuran kata-katanya, juga mengetahui manfaat zakat, dia pergi menemui isterinya. Mereka berdua dikaruniai seorang puteri. Setelah keduanya berbicara, tuan rumah itu kembali menemui si pencuri, kemudian berkata : ”
Bagaimana sekiranya kalau kau aku nikahkan dengan puteriku. Aku akan angkat engkau menjadi sekretaris dan juru hitungku. Kau boleh tinggal bersama ibumu di rumah ini. Kau kujadikan mitra bisnisku.” Ia menjawab : “Aku setuju.” Di pagi hari itu pula sang tuan memanggil para saksi untuk acara akad nikah puterinya.

Oleh :
Al-Islam – Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

 

Balasan Kesabaran

Filed under: article — bibzone @ 2:24 am

Anas bin Malik radhiallahu anhu berkata : “Anak laki-laki Abu Thalhah dari Ummu Salamah meninggal dunia. Maka isterinya berkata kepada keluarganya, ‘Jangan kalian beritakan kepada Abu Thalhah tentang kematiannya, sampai aku sendiri yang mengabarkannya!’ Anas bin Malik berkata, ‘Abu Thalhah datang dan dihidangkan kepadanya makan malam, maka ia pun makan dan minum’, Anas berkata, ‘Sang isteri kemudian berdandan indah bahkan lebih indah dari waktu-waktu yang sebelumnya. Setelah dia merasa bahwa Abu Thalhah telah kenyang dan puas dengan pelayanannya, sang isteri bertanya, ‘Wahai Abu Thalhah, bagaimana pendapatmu tentang suatu kaum yang meminjamkan sesuatu kepada sebuah keluarga, lalu mereka mengambil barang yang dipinjamkannya, apakah mereka berhak menolaknya?’ Ia berkata, ‘Tidak (berhak)!’ ‘Jika demikian, maka mintalah pahalanya kepada Allah tentang puteramu (yang telah diambilnya kembali)!, kata sang isteri. Suaminya menyergah, ‘Engkau biarkan akau, sehingga aku tidak mengetahui apa-apa, lalu engkau beritakan tentang (kematian) anakku?’ Setelah itu, ia berangkat mendatangi Rasulullah SAW lalu ia ceritakan apa yang telah terjadi. Maka Rasulullah SAW bersabda, ‘Semoga Allah memberkahi kalian berdua tadi malam’. Anas berkata, ‘Lalu isterinya mengandung dan melahirkan seorang anak. Kemudian Abu Thalhah berkata kepadaku, ‘Bawalah dia kepada Nabi SAW’. Lalu aku bawakan untuknya beberapa buah kurma. Nabi SAW lalu mengambil anak itu seraya berkata, ‘Apakah dia membawa sesuatu?’ Mereka berkata, ‘Ya, beberapa buah kurma’, Nabi SAW kemudian mengambilnya dan mengunyahnya, lalu diambilnya dari mulutnya, kemudian diletakkannya di mulut bayi itu dan beliau menggosok-gosokkannya pada langit-langit mulut bayi tiu, dan beliau menamainya Abdullah
.” (HR. Al-Bukhari, 9/587 dalam Al-Aqiqah, Muslim no. 2144).

Dalam riwayat Al-Bukhari, Sufyan bin Uyainah berkata : “Seorang laki-laki dari shahabat Anshar berkata, ‘Aku melihat mereka memiliki sembilan anak. Semuanya telah hafal Al-Qur’an, yakni dari anak-anak Abdullah, yang dilahirkan dari persetubuhan malam itu, yaitu malam wafatnya anak yang pertama, yaitu Abu Umair yang Nabi SAW mencandainya seraya berkata, ‘Hai Abu Umair, apa yang sedang dilakukan anak burung pipit?”
Dalam riwayat lain (Riwayat ini disebutkan oleh Thahir bin Muhammad Al-Haddad dalam kitanya “Uyunul Majalis an Mu’awiyah bin Qurrah”. Lihat Baradul Akbad, hal. 25) disebutkan : “Ia berkata, Maka isterinya pun hamil mengandung anaknya, lalu anak itu ia beri nama Abdullah, lalu Rasulullah SAW bersabda, ‘Segala puji bagi Allah yang menjadikan dalam umatku orang yang memiliki kesabaran seperti kesabaran seorang wanita dari Bani Israil’. Kepada beliau ditanyakan, ‘Bagaiman beritanya wahai Rasulullah?’ Beliau bersabda, ‘Dalam Bani Israil terdapat wanita bersuami yang memiliki dua anak. Suaminya memerintahkannya menyediakan makanan untuk orang-orang yang ia undang. Para undangan berkumpul di rumahnya. Ketika itu kedua anaknya keluar untuk bermain, tiba-tiba mereka terjatuh ke dalam sumur dekat rumahnya. Sang isteri tidak hendak mengganggu suaminya bersama para tamunya, maka keduanya ia masukkan ke dalam rumah dan ditutupinya dengan pakaian. Ketika para undangan sudah pulang, sang suami masuk seraya bertanya, ‘di mana anak-anakku?’ Isterinya menjawab, ‘Di dalam rumah’. Ia lalu mengenakan minyak wangi dan menawarkan diri kepada suaminya, sehingga mereka melakukan jima’. Sang suami kembali bertanya, ‘Di mana anak-anakku?’ ‘Di dalam rumah’, jawab isterinya. Lalu sang ayah memanggil kedua anaknya. ‘Tiba-tiba mereka keluar memenuhi panggilan. Sang isteri terperanjat, ‘Subhanallah, Mahasuci Allah, demi Allah keduanya telah meninggal dunia, tetapi Allah menghidupkannya kembali sebagi balasan dari kesabaranku!”

Oleh :
Al-Islam – Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

 

Sekelumit Tentang Syurga Dan Neraka

Filed under: article — bibzone @ 2:23 am

SYURGA
* Nilai dunia dibanding syurga: Firman Allah SWT dalam Surah An-Nisa’ : 77 yang artinya : “Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertaqwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.”
Rasulullah SAW bersabda : “Tidaklah dunia ini dibanding kenikmatan akhirat kecuali seperti salah seorang diantaramu yang mencelupkan jarinya ke dalam air laut, maka lihatlah berapa banyak air yang ada di jarinya.” (HR. Muslim).

* Keindahannya
Rasulullah SAW pernah menjelaskan keindahan syurga diantaranya adalah : “Batu batanya dari emas dan perak, perekat (batu-batu) nya berupa misik harum, kerikilnya berupa permata dan yakut dan tanahnya dari za’faran. Barangsiapa memasukinya akan mendapatkan kenikmatan dan tidak pernah celaka, kekal tidak mati, pakaiannya tidak akan usang dan selalu awet muda.” (Hadits shahih riwayat Ahmad, dan Tirmidzi).
* Makanan, minuman dan pakaian penghuninya
Firman Allah SWT dalam Surah Al-Waqi’ah : 20 – 21 yang artinya : “Dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih, dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.”

Dalam Surah Al-Insan : 5 yang artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur.”
Juga dalam Surah Al-Insan : 21 yang artinya : “Mereka memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal dan dipakaikan kepada mereka gelang terbuat dari perak, dan Rabb memberikan kepada mereka minuman yang bersih.”
* Bidadari
Firman Allah dalam Surah Ad-Dukhan : 54 yang artinya : “Demikianlah. Dan Kami berikan kepada mereka bidadari.”

Allah SWT, dalam Surah Ar-Rahmaan juga mensifati mereka dengan cantik dan jelita, putih bersih dipingit dalam rumah, dan belum pernah tersentuh oleh jin maupun manusia (ayat 65 – 69).
Rasulullah SAW juga bersabda : “Jika wanita penghuni syurga turun ke dunia ini, tentu antara langit dan bumi ini akan bersinar, dan bau harumnya akan bersenar memenuhinya dan mahkota di kepalanya lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Bukhari).
NERAKA
* Kedalamannya
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata : “Ketika sedang bersama Rasulullah, kami mendengar sesuatu jatuh. Maka beliau bersabda, ‘Tahukah kalian suara apa itu?’. Kami menjawab, ‘Allah dan RasulNya lebih tahu’. Beliau bersabda, ‘Itu adalah suara batu yang dilemparkan ke neraka semenjak 70 tahun yang lalu, dan ia sekarang masih meluncur ke (dasar) neraka.” (HR. Muslim).

* Panasnya
Rasulullah SAW bersabda: “Api kita adalah satu bagian diantara 70 bagian dari api neraka (1/70).” (HR. Muslim).
* Makanan, minuman dan pakaian penghuninya
Firman Allah dalam Surah Al-Waqi’ah : 51 – 55 yang artinya : “Kemudian sesungguhnya kamu hai orang yang sesat lagi mendustakan, benar-benar akan memakan pohon zaqqum, dan akan memenuhi perutmu dengannya. Sesudah itu kamu akan meminum air yang sangat panas. Maka kamu minum seperti unta yang sangat haus minum.”

Rasulullah SAW bersabda : “Seandainya setetes zaqqum jatuh ke dunia, tentu akan merusak kehidupan penduduk bumi. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang menjadikannya sebagai makanan?.” (Hadits hasan shahih menurut Tirmidzi).
Dan FirmanNya dalam Surah Muhammad : 15 yang artinya : “…dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya.”
Dan FirmanNya juga dalam Surah Al-Hajj : 19 – 20 yang artinya : “Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka. Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka. Dengan air itu dihancur luluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka).”

Ibrahim At-Taimi jika membaca ayat ini, ia berkata, “Maha suci Dzat yang telah menciptakan pakaian dari api.”
(Akhwalul Jannah wa An-Naar, Sulaiman A).
Oleh :
Al-Islam – Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

 

Berobat Dengan Al-Fatihah

Filed under: article — bibzone @ 2:22 am

Surat Al-Fatihah yang setiap hari kita baca di dalam shalat, ternyata merupakan obat yang mujarab. Bukan sembarang obat. Ia adalah obat untuk penyakit hati dan penyakit badan sekaligus.
Surat ini mengandung obat untuk penyakit hati dengan sempurna. Perlu dicatat, segala penyakit hati itu bermula dari dua hal, rusaknya ilmu dan rusaknya qashd (niat/kemauan). Dari keduanya akan muncul dua perkara yang sangat berbahaya, yaitu kesesatan yang merupakan buah dari rusaknya ilmu dan kemurkaan Allah SWT yang merupakan buah dari rusaknya qashd.

Kesesatan dan kemurkaan adalah dua hal yang menjadi kunci dari seluruh penyakit hati. Ayat ihdinash shiraathal mustaqiim menanggulangi kesesatan, dan ayat iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin mencegah kemurkaan.
Dengan ditunjukkannya jalan kebenaran dilanggengkannya kita di atasnya, kita tidak akan tersesat selamanya. Karena itu, dia yang paling wajib kita ucapkan adalah doa yang termaktub dalam surat Al-Fatihah ini. Hanya saja, ketika kita membacanya, kita sering tidak merasa sedang berdoa.

Kemudian fenomena rusaknya niat/kemauan, akan banyak kita dapatkan pada orang-orang kafir, musyrik dan mereka yang menjadi budak hawa nafsunya. Rusaknya niat/kemauan di sini artinya rusak tujuan dan atau cara mendapatkaa tujuan itu.
Kehidupan orang-orang yang mengaku muslim, tetapi menjadi budak hawa nafsunya, tidaklah berbeda dengan orang-orang kafir dan musyrik. Apabila mereka mendapati al-haq sesuai dengan tujuan dan ambisi, mereka meninggalkannya.
Ada juga orang-orang yang mempunyai tujuan yang tinggi, akan tetapi tidak menempuh cara yang benar. Maka mereka tersesat dan tentu akan mendapatkan murka Allah SWT, na’udzubillah. . .

Sebenarnya, ayat iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin yang menjadi obat bagi rusaknya qashd mempunyai komposisi yang harus terpenuhi secara keseluruhan. Komposisinya sebagai berikut:

·    Hanya beribadah kepada Allah SWT
·    Berdasarkan perintah atau syari’atNya
·    Tanpa ditunggangi oleh hawa nafsu
·    Bukan dengan hasil pemikiran atau aturan buatan manusia
·    Meminta i’anah (pertolongan) kepada Allah SWT, agar dapat beribadah kepadaNya.

Apabila komposisinya utuh, –insya Allah– ia akan benar-benar menjadi obat.
Adapun Al-Fatihah sebagai obat untuk penyakit badan, Abu Said Al-Khudri r.a. meriwayatkan (lihat Bukhari 2276, Muslim 2201), bahwa seorang shahabat pernah meruqyah seorang pemuka suatu daerah yang tersengat binatang berbisa dengan surat ini. Dengan izin Allah SWT, pemuka kaum itu sembuh, padahal ia bukanlah orang baik-baik, karena mungkin ia bukan termasuk kaum Muslimin, atau setidaknya ia adalah seorang yang bakhil, sebagaimana dikatakan Ibnul Qayyim r.a. diawal-awal kitab Madaariju As-Saalikiin. Lalu bagaimana jika yang diobati adalah seorang Muslim yang baik?. Wallahu a’lam bish shawab.

Oleh :
Al-Islam – Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia